Sekilas Keresahan Penasihat di Malam Senja
Jujur, saya sendiri sebagai author dari postingan ini tidak terlalu suka dengan tulisan yang saya tulis di sini.
———
Saya hanya ingin menulis beberapa keresahan yang nyatanya berasal dari curahan hati ini.
katanya, itu semua asli.Ada manusia yang bilang bahwa manusia lain yang dinasehatinya tidak boleh untuk melakukan suatu kegiatan A, di saat sedang ada kegiatan Z.
tapi di mataku, itu hanyalah ilusi.
katanya, baik itu baik.
nyatanya, baik tidak selalu baik.
katanya, jangan sakit hati.
nyatanya, nilai dari satu sisi.
siapa yang salah?
diriku kah?
atau orang-orang?
walau itu semua percuma,
untuk tahu siapa yang salah.
nyatanya, banyak orang tak mau dinasehati.
karena mereka hanya mau sesuka hati.
begitupun dengan diri ini.
rasa paling benar,
nyatanya tukang onar.
rasa penasehat,
nyatanya muslihat.
rasa religius,
nyatanya lelaki kardus.
jadi, apa itu kenyataan?
nyatanya, itu semua kepalsuan.
Tapi nyatanya, bahkan manusia yang menasehati manusia lain itu melakukan kegiatan A tersebut saat sedang ada kegiatan Z, dengan rasa dan tingkah seperti orang yang tak bersalah dalam sudut apapun.
Hanya satu pinta saya saat ini:
Posisikan dirimu sebagai manusia lain tersebut.Berikut juga kutipan inspirasi yang saya dapatkan secara tidak sengaja dari salah seorang filsuf asal India jaman dahulu:
Seseorang patut menindakkan diri sebagaimana menasihati orang lain. Berlatihlah sebelum melatih karena, konon diri sendiri sulit dilatih.
—Siddharta Gautama
Untuk menghindari kesalahpahaman yang mungkin saya (tanpa sengaja) munculkan, mungkin saya perlu jelaskan apa maksudnya ini semua.
Bagi manusia di luar sana yang terbiasa untuk seolah-olah dapat 'merasakan' sesuatu hal dari sudut pandang orang lain, saya pikir sangat mudah untuk mengerti poinnya.
Kepada yang belum terbiasa, saya tidak akan memberikan suatu poin secara terang-terangan, yang nantinya akan mengubah persepsimu yang (bisa saja) langsung menjadi searah dengan persepsi dari sudut pandang saya.
#1 Posisikan perasaan yang akan kamu rasakan
"Saya bingung dengan dia."
"Bodo amat ah."
"Dia memang tidak dapat direnungkan omongannya. Haha."
"Saya memang tak percaya padanya."
"Apa dia salah ngomong?"
Bayangkan kamu ada di posisi ini dengan berbagai perasaan yang muncul tiba-tiba.
#2 Posisikan pemikiran yang akan kamu pikirkan
"Katanya itu salah, tidak boleh, kok dia lakukan?"
"Katanya itu salah, oh mungkin dia lupa."
"Katanya itu tidak boleh, oh mungkin boleh untuk saat-saat tertentu."
Pada tahap ini, akan muncul asumsi-asumsi yang cenderung egois.
Mengapa egois?
karena sangat tidak rasional.
Asumsi tersebut datang dari pikiran-pikiran yang kebingungan.
Jadi, sangat mungkin kalau asumsi tersebut salah besar.
Perlu diperhatikan, kata kuncinya adalah mungkin.
Saya tidak bilang kalau semua asumsi tersebut salah, ya.
#3 Posisikan kebingungan yang membingungkan kebingungan kamu
Tadi katanya asumsi saya egois dan tidak rasional!
Tapi kok saya jadi bingung ya.
"Bagaimana menyimpulkannya? Kalaupun manusia itu memberi alasan-alasan yang keluar dari mulutnya, bagaimana saya tahu itu tidak salah?".
Saya cenderung mengajak manusia yang membaca posting ini untuk berpikir, hehe. Maklumlah, saya tidak cukup baik dalam merangkai kata sehingga kadang maknanya melenceng. Jadi biarkan saya memberi gambarannya dan pembaca yang menggambarkan makna pada pemikirannya.
—————
Hentikan semua kebingungan ini!
—————
Catatan: ini bukan sebuah postingan untuk memerintah atau menasehati, ini hanya sebuah postingan untuk membuka pola pikir banyak manusia. terima kasih.